Akademi Medina

QnA FMI Akademi Medina

Q: Apakah transaksi pada aplikasi ALAMI 100% non riba pada implementasinya? Apa garansinya ke calon nasabah? Apa yang menjadi pembeda aplikasi ALAMI dengan aplikasi fintech syariah lainnya?

A: ALAMI sudah mendapatkan license Syari’ah dari regulator dan kesesuaian Syari’ah di ALAMI jg selalu di awasi oleh Dewan Pengawas Syari’ah dari Dewan Syari’ah Nasional - MUI. Serta, kami dengan aktif selalu berdiskusi dengan para ulama terkait dengan kepatuhan seluruh aktivitas dan produk-produk kami dengan banyak ulama di Indonesia. Wallahu Alam

Q: Apa perbedaan bunga pada konvensional dengan melebihkan pembayaran pokok (keuntungan) pada bank syariah? Saya pernah ngajuin pinjaman, kenapa bank syariah hitungannya lebih besar pengembaliannya daripada konven?

A: Terkait dengan perbedaan antara bunga pada pinjaman dengan produk Murabahah (jual beli plus marjin), adalah dua hal: pertama, tambahan yg timbul pada bunga dasarnya adalah uang pinjaman, namun tambahan (marjin) yang timbul pada Murabahah adalah transaksi jual beli tersebut. Kedua, pada bunga tidak ada transparansi misalnya pd suku bunga mengambang. Di dalam Murabahah, wajib lebih transparan dalam hal marjin yang akan diambil oleh Bank Syariah. Wallahu Alam

Q: Apakah bunga bank termasuk riba, sebab yang pernah saya dengar bunga bank itu tidak termasuk riba dan ada yang bilang riba? Dan ketika saya membuka suatu aplikasi membicarakan ttg riba, banyak masyarakat yang bilang, kalau hal itu riba yah berilah dia pinjaman tanpa bunga dll. Jangan cuma posting aja. Bagaimana cara memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai riba agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam menjelaskan kepada masyarakat umum?

A: Riba yang paling banyak ditemui dalam keseharian kita adalah Riba Jahiliyah, ini yang kita pelajari di kelas Hijra sebagai Riba An-Nasi’ah. Yaitu Riba yang terjadi di dalam transaksi pinjam meminjam uang, ketika ada kelebihan uang yg dikembalikan atau ada manfaar yang diambil atas uang pinjaman tersebut dari si peminjam, maka ini sudah termasuk ke dalam kategori Riba. Begitu pun dengan bunga, hal ini sdh di haram kan di Indonesia berdasarkan Fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia. Karena bunga bank menyebabkan terjadinya tambahan atau kelebihan dalam pengembalian uang pinjaman. Wallahu Alam

Q: Apakah tukar tambah termasuk gharar?

A: Apabila dalam transaksi tersebut barang yang dapat ditukarkan sudah diberitahukan dengan jelas spesifikasinya serta barang yg akan diberikan sebagain hasil tukar tambah juga diinformasikan dengan jelas, dan masing-masing pihak yang bertransaksi memiliki barangnya serta menyepakati nilai dari barang-barang tersebut. Maka seharusnya Gharar dapat dihindari dalam transaksi tukar tambah tersebut, Wallahu Alam.

Q: Kalau semacam ikoy2 atau give away gimna tuh kak? Harus tag teman dan follow akun baru lah bisa ikut Gimana tuh hukumnya?

A: terkait dengan hal ini, pertama yang perlu diperhatikan adalah apakah ada harta atau properti yang diberikan kepada pihak yang mengadakan aktivitas tersebut. Dan yang kedua apakah hadiah atas aktivitas tersebut diambil atau dibeli menggunakan harta para pengikutnya yang dibayarkan tadi. Jika jawaban atas keduanya adalah tidak, maka pada esensinya aktivitas tersebut adalah pemberian hadiah dan setiap pengikutnya memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan hal tersebut. Sehingga tidak ada potensi kerugian secara materiil dari para pengikutnya atas aktivitas tersebut, dan tidak ada potensi konflik. Sehingga secara prinsipnya insyaAllah diperbolehkan. Wallahu Alam

Q: Jika terjadi peminjaman uang kepada si pemberi pinjaman, dan telah melaksanakan akad. Ketika selesai atau jatuh tempo dalam pembayaran utang, peminjaman utang memberikan uang lebih dari uang yang ia pinjam. Padahal pada saat akad tidak ada janji kalau si peminjam harus memberikan kelebihan, apakah itu termasuk riba?

A: Dalam Peer To Peer Financing, perusahaan penyelenggara seperti Fintech Syari’ah hanya menjadi wakil dari investors (funders), sehingga biasanya tidak menjamin dana para investor. Sehinga jika terjadi wanprestasi dari pihak penerima pembiayaan (beneficiaries) maka otomatis menjadi risiko investor. Wallahu Alam

Q: Klo misal ada si A mau kredit barang ke B, lalu B belikan barangnya secara online dan langsung dikirim ke alamat A karena alamat yang jauh/untuk mengurangi biaya ongkir, bagaimana hukumnya?

A: Kalau di amati dari penjelasan Bapak/Ibu, mekanisme ini hampir menyerupai Akad Murabahah yaitu jual beli plus marjin. Namun yang harus diperhatikan dalam mekanisme jual beli ini adalah transparansi dari harga belinya (termasuk ongkos apabila ada) dan marjin yang diinginkan oleh pemberi kredit. Ketika sama2 sepakat atas harga beli plus marjin, maka pembeli dapat menyicil sesuai dengan nominal tersebut. Wallahu Alam

Q: Bagaimana dengan pembiayaan yang syariah? Apakah boleh sebagai pemodal kita berikan uangnya kepada yang membutuhkan dana untuk suatu proyek? Tidak langsung ke pembuat barang dari proyek tersebut?

A: Jika memang dana yang dibutuhkan adalah untuk membeli suatu aset atau barang, yang misalnya institusi keuangan Syariah tidak memiliki rekanan. Maka institusi keuangan Syariah dapat menunjuk pemilik proyek sebagai wakil, dan memberikan uang kepadanya untuk membelikan barang tersebut. Ini biasa dilakukan dalam Akad Murabahah. Wallahu Alam

Q: Izin bertanya tentang mudharabah, Jika pengusaha tadi yang memakai aset tidak mendapat untung/rugi dan tidak dapat membayar angsuran, bagaimana hukum untuk pengusaha dan penanam modal?

A: Ini tergantung dari kesepakatan pihak-pihak yang melakukan transaksi ketika mereka membuat Akad Mudharabah tersebut. Wallahu Alam

Q: Perusahaan kami sering melakukan international trade (export), apakah pembayaran menggunakan L/C dikategorikan sebagai Riba atau Gharar? Sejauh ini kami berasumsi bahwa L/C merupakan salah satu metode pembayaran paling aman bagi kami (penjual) dan pembeli. Jika riba atau gharar, Apakah ada metode / instrumen pembayaran yang sama tingkat keamanan dan jaminannya dengan L/C namun tidak melanggar syariah?

A: Letter of Credit yang Syariah juga sudah tersedia Bapak/Ibu di Perbankan Syariah, menggunakan akad Rahn atau Wakalah agar tidak mengandung Riba. L/C yg Syariah dapat ditemukan

Q: Bagaimana terkait Asuransi, produk asuransi syariah juga sudah banyak, namun secara hukum nya bagaimana?

A: Asuransi Syari’ah atau dikenal dengan Takaful sangat berbeda dengan Asuransi konvensional pada umumnya. Perbedaannya terletak pada beberapa aspek sebagai berikut: (1) Pemilik dana asuransi, dan (2) Proses Perlindungan. Di dalam asuransi konvensional, dana premi yang dibayarkan oleh nasabah kepada perusahaan asuransi menjadi milik asuransi dengan memberikan jaminan atas risiko-risiko yang dipilihnya. Dalam hal ini, terdapat ketidakjelasan dalam hal pembayaran claim apabila terjadi risiko seperti kesehatan, kecelakaan, dll. Sedangkan dalam takaful, dana yang digunakan adalah takaful fund, yang berupa pool of fund yang bersifat donasi dari para anggota yang bergabung dalam produk takaful tersebut. Dana Takaful ini adalah milik para anggota yang tergabung dan dikelola oleh Takaful Operator (perusahaan asuransi hanya sebagai pengelola). Setiap anggota wajib melakukan pembayaran donasi tersebut, dgn syarat apabila tidak membayar maka tidak bisa mendapatkan perlindungan dari risiko yg dipilih. Kedua, terkait proses perlindungannya. Ketika ada yang mengalami musibah, maka Takaful Operator akan memberikan dana takaful sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati, sebagai hasil donasi dari para anggota. Berbeda dengan asuransi konvensional yang didapatkan dari perusahaan komvensional. Semoga dapat dipahami. Wallahu Alam

Q: Izin bertanya perihal pemahaman tukar tambah tidak boleh dilakukan karena dianggap terdapat 2 akad dalam satu waktu?

A: sebenarnya yang akan menjadi masalah dalam terjadinya transaksi tukar tambah adalah ketika transaksi tukar tambah terjadi untuk komoditas yang ribawi. Berdasarkan hadits Rasul SAW ada 6 komoditas Ribawi: Emas, Perak, Gandum, Garam, Kurma dan Jemawut. Untuk keenam komoditas ini pertukarannya harus sama nilainya dan harus dilakukan di tempat yang sama. Atau, Rasul SAW memerintahkan harus dijual terlebih dahulu kemudian baru membeli komoditas ribawi yg lain. Wallahu Alam.